Kenapa harus belajar soal harta haram?


memiliki harta yang berlimpah, merupakan sebuah dambaan banyak orang, tidak jarang mereka rela bekerja tanpa kenal waktu demi mendapat hidup layak seperti apa yang di inginkan.
dalam praktek berniaga, manusia terkadang sering tidak mengindahkan kaidah-kaidah atau aturan berniaga, yang menyebabkan harta yang diperolehnya berpotensi menjadi haram.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, Sebagaimana dinukil oleh Abu Layts, dalam Tanbih Al Ghafilin, hal. 364
"Barang siapa yang melakukan perniagaan sebelum mempelajari fikih (muamalatkontemporer) dia akan terjerumus ke dalam riba, dia akan terjerumus dan terjerumus".

harta yang berstatus haram terbagi kedalam dua bagian:
a. harta yang haram karena sifatnya (zat) seperti: bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah.
b. harta yang haram hasil dari transaksi terlarang yaitu riba, zalim , gharar.

karena alasan itulah pemahaman tentang muamalah yang benar haruslah dimiliki oleh setiap manusia agar terhindar dari harta haram tersebut.

berikut ada juga beberapa alasan lain kenapa kita dituntut harus belajar untuk mengerti soal harta haram?

1. semasa hidup manusia pasti akan melakukan berbagai macam transaksi untuk memenuhi kebutuhannya.

manusia yang berstatus makhluk sosial serta memiliki akal dan hawa nafsu membutuhkan hal seperti benda dan makanan guna menyambung hidup.
untuk memenuhi kebutuhannya tersebut mereka harus saling bertransaksi antara satu sama lain.
mekanisme transaksi ini lah yang harus benar-benar hati-hati karena salah-salah mereka akan terjerumus kadalam harta haram akibat dari kelalaian karena tidak belajar fikih muamalah atau karena tidak perduli akan status hartanya.

 “Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli darimana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari -Al Fath 4/296 nomor 2059; 4/313 nomor 2083)


2. semakin berkembang zaman, semakin berkembang pula model transaksi.

dahulu ketika hendak mendapatkan keuntungan dari hasil dagang, mereka harus pergi kepasar atau bepergian sana-sini untuk berjualan,
tapi kini seseorang bisa duduk manis bermodalkan komputer dan internet sudah bisa langsung berjualan.
dahulu kredit hanyalah dilakukan oleh pemilik barang dan pembeli saja.
tapi kini ada kredit segitiga yang dilakukan oleh pemilik barang, pembeli, dan jasa keuangan.
artinya yang namanya transaksi semakin berkembang zaman maka semakin terinovasi, dan ketika semakin terinovasi, besar kemungkinan hakikat sebuah transaksi tersebut akan semakin samar dan sulit untuk diketahui.

dikatakan menabung padahal yang terjadi adalah pinjam meminjam riba karena memakai bunga.
dikatakan kredit syariah, padahal kredit riba.

setiap orang belum tentu pandai untuk melihat hakikat sebuah transaksi tersebut yang sebenarnya apakah halal atau haram.
dan solusi yang tepat dalam hal ini adalah memohon kepada allah agar terhindar dari harta haram. lalu belajarlah ilmu fikir muamalah.

3. harta bisa menjadi adzab

“Apabila perzinahan dan riba merajalela di suatu negeri, sungguh mereka telah mengundang azab Allah untuk menimpa mereka.” (HR. al-Hakim, menurut Syaikh Al-Albani derajat hadits ini hasan li ghairihi).

sampai saat ini apakah manusia menyadari atau tidak bahwa adzab yang terus menerus menimpa negeri ini adalah melainkan karena dosa dan transaksi harta haram yang terus menerus dilakukan secara continue.
" pada akhir zaman nanti akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan muka.
ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, wahai rasulullah kapankah hal tersebut terjadi?  beliau menjawab:
' apabila telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan penyanyi-penyanyi wanita'."
(HR Ibnu majah 2:1350)

memang tidak logis ketika dihubungan dengan akal sehat, bagaimana bisa sebuah dosa dari harta haram menyebabkan bencana!!
tetapi itulah algoritma atau langkah logis yang allah ciptakan didunia ini, semua dikembalikan kepada ketetapan allah, bukan pada ketetapan manusia.


4. harta adalah tanggung jawab

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidaklah tumbuh setiap daging yang diberi asupan makanan yang haram melainkan nerakalah yang berhak membakarnya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmizi, dinyatakan shahih oleh al-Albani).

ancaman keras bagi pelaku riba, zalim, dan gharar besar.
karena pada hakikatnya ketika mereka mendapatkan harta dari hasil yang haram lalu memakannya, bahkan dinafkahkan kepada keluarga,
maka sebenarnya adalah ia telah membawa potongan api neraka, memakan potongan api neraka, dan menafkahi kelurganya dengan potongan api neraka (na'udzubillah).