bahaya kredit macet ketika ekonomi loyo
beberapa media kembali memberitakan rasio kenaikan NPL atau non performing loan alias kredit macet, sebut saja:
- Tempo.co pada 13 september 2019 menerbitkan bahwa NPL pada KPR tumbuh 36,4% sepanjang periode berjalan (year-to-date) menjadi Rp 4,3 triliun
- Tempo.co pada 4 oktober 2019 kembali menerbitkan dalam artikelnya bahwa kredit macet perbankan naik menjadi 2,60% pada agustus 2019 lalu, dari yang sebelumnya pada juni 2019 berada diangka 2,50%
- CNBC Indonesia pada 10 oktober 2019 berdasarkan data OJK pada risiko di industri peer-to-peer (p2p) lending agustus 2019, TMP90 atau tingkat wanprestasi pinjaman selama 90 hari meroket naik pada rasio 3,06% tembus Rp 322,82 miliar
walaupun kenaikan NPL ini oleh sebahagian kalangan masih dianggap wajar karena masih dibawah rasio angka 5% bagi perbankan, tetapi dengn situasi perekonomian yang sedang berlangsing saat ini, perlu adanya kewaspadaan agar kenaikan ini tidak menjadi momok yang mengancam.
Latif Adam peneliti pusat penelitian ekonomi (P2E) LIPI, dalam situs lipi.go.id mengatakan: catatan statistik menunjukan bahwa dalam lima tahun terakhir sebelum 2009, kredit perbankan selalu berkontribusi terhadap pembentukan modal minimal sekitar 20%
itu artinya negara ini sangat membutuhkan belanja negara dan kredit sebagai sumber modal untuk pertumbuhan ekonomi.
naiknya rasio kredit macet dapat mengakibatkan pengurangan ekspansi kredit dari perbankan terutama ketika terjadi perlambatan ekonomi.
guna mengatasi keadaan yang seperti ini maka tidak lain dengan berpindahnya sistem konvensional menjadi syariah seperti pada masyarakat aceh yang menerapkan QANUN LKS, sehingga seluruh Lembaga jasa keuangan di provinsi aceh mesti menganut prinsip syariah.
Referensi:
- Tempo.co
- CNBC INDONESIA
- LIPI
- kompas.com
- bisnis.com